Dialog Nasional: Memperkuat Pembangunan Daerah Melalui Pelibatan Sektor Bisnis Dalam Pelaksanaan TPB/SDGs
Non-state actors seperti bisnis, filantropi, universitas, dan organisasi masyarakat sipil harus dilibatkan dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional dan/atau Rencana Aksi Daerah (RAN/RAD) untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) agar dapat mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia. IBCSD bekerjasama dengan Seknas TPB/SDGs dan PT Freeport Indonesia menyelenggarakan dialog Dialog Nasional “Penguatan Pembangunan Daerah Melalui Keterlibatan Dunia Usaha dalam Implementasi TPB/SDG” pada Senin, 30 Mei 2022
Acara diawali dengan welcoming remark oleh Bapak Agus H Reksoprojo yang menekankan untuk mencari solusi untuk mendorong dibawah payung sustainability. Keynote speech dari ibu Vivi Yulaswati memberikan beberapa poin untuk memperkuat kemitraan multipihak untuk implementasi SDGs yang berdampak nyata bagi masyarakat. Sejak 2020 PBB menyatakan Decade of Action untuk mencapai target dengan waktu yang tidak lama lagi. Melokalkan prinsip-prinsip global untuk mempercepat pencapaian target SDGs. Beberapa hal yang perlu kolaborasi dan aksi nyata adalah agenda pembangunan rendah karbon (LCDI) dan pembangunan berketaranan iklim (PBI). Pendekatan Circular economy perlu diperhatikan. Redesain transformasi ekonomi yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan diperlukan 6 game changer untuk build back better menuju Indonesia maju yaitu: SDM berdaya saing, produktivitas sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi domestic, pemindahan IKN.
Dalam kesempatan ini, ibu Vivi menjelaskan bahwa prinsip bisnis berkelanjutan perlu diinternalisasi dalam bisnis untuk saat ini dan masa yang akan datang. Hal ini didukung dengan beberapa landasan pelaksanaan SDGs seperti pembentukan tim koordinasi pelaksanaan SDGs, pengarusutamaan SDGs dalam agenda pembangunan nasional, peta jalan SDGs, Monev dan pelaporan, hingga adanya POJK No. 51 tentang keharusan bisnis untuk membuat laporan keberlanjutan. Selain menjelaskan standardisasi ISO pada implementasi SDGs, ibu Vivi menjelaskan beberapa praktik-praktik implementasi SDGs di daerah.
Panelis Zuzy Anna menjelaskan bahwa sektor bisnis perlu mendukung implementasi SDGs di daerah. ibu zuy menjelaskan gagasan founder World Economic Forum yang membahas bagaimana bisnis bukan hanya sekedar profit tetapi melayani semua konstituen seperti masyarakat. Bisnis bukan hanya untuk melayani pemegang saham tetapi semua kepentingan pemerintah dan masyarakat. ESG index menjadi salah satu measurement menjadi penting saat ini. Beliau menyampaikan bahwa terdapat beberapa jenis perusahaan yang mengimplementasikan SDGs. Sustainable horizon studi 500 industri top fortune, dari 500 perusahaan besar, sebanyak 304 yang engage dengan SDGs. Diantara itu 32% hanya basa-basi yaitu Business as usual (BAU) yang ditagging ke SDGs, 22% sudah memiliki inovasi terkait SDGs. 0,2% sudah betul-betul menerapkan SDGs karena sampai membuat analisis impact assessment. Masih kurangnya perusahaan dalam engagement SDGs diperlukan/ ditingkatkan. Industri jangan melakukan lip service dan greenwashing. Indonesia saat ini berada pada posisi 97 meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di posisi 102 dunia. Perusahaan tidak hanya melakukan kewajiban compliance seperti bayar pajak, tetapi bisa lebih dari beyond compliance. Industri misalnya dapat merekrut orang-orang dengan adanya pelatihan/ dan peningkatan skill.